CERMAT dan antusias, itu sikap dari peserta ujian praktik susulan sertifikasi guru di kampus Ngoresan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) kemarin (7/1). Di balik wajah serius itu, mereka ternyata tidak tahu kenapa mereka harus tidak lulus dan harus ikut dalam ujian susulan sertifikasi guru Rayon 13 Eks Karesidenan Surakarta.
Sudarmadi, 43, salah satu peserta yang ikut ujian mengeluh sulitnya memenuhi syarat kelulusan sertifikasi dari panitia. Dia merasa lemah dalam menulis karya ilmiah. Sebab, selama 14 tahun menjadi guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Solo, dia tidak bisa menyesuaikan antara teori yang didapat tema karya ilmiah yang akan dibuat. "Untuk mensinkronkan teori dengan tema karya ilmiah saya benar-benar tidak bisa," ujarnya kepada koran ini.
Pria warga Gondangrejo Karangayar itu juga merasa sudah tua untuk membuat karya ilmiah. Maka, dia ikut ujian susulan dengan harapan bisa lulus dalam sertifikasi kali ini. Sebagai guru bimbingan konseling, Sudarmadi merasa pekerjaannya itu sudah sesuai dengan ijazah S1 Bimbingan dan Konseling-nya.
Dia juga kesulitan memenuhi prasyarat portofolio penghargaan yang relevan dengan bidang keahlian. Dari sembilan sertifikat yang dikumpulkan ke pantia, hanya dua yang sesuai dengan bidangnya. "Yang lainnya bersifat umum," terangnya.
Sudiyono, 50, warga Jogonalan, Klaten, senasib dengan Sudarmadi. Pria yang sudah 18 tahun jadi guru BK ini merasa kesulitan kalau harus membuat karya ilmiah. Tapi, dia tetap menuntut adanya transparansi kelulusan dalam sertifikasi kepada peserta. Agar peserta mengetahui kekurangannya masing-masing. "Memang saya lemah dalam membuat karya ilmiah. Tapi, saya ingin tahu kenapa sudah kali ketiga ujian susulan ini juga tidak lulus," ujar Sudiyono.
Selama ini dia sudah merasa berjuang mati-matian, dengan mengikuti diklat 180 jam untuk membekali guru BK. Dia juga harus meluangkan waktu berminggu-minggu demi mendapatkan sertifikat. "Saya juga pernah mengikuti diklat selama tiga minggu di Klaten," terangnya.
Emie Rahmawati, 24, warga Mangkuyudan, Laweyan, Solo, kendati usianya lebih muda juga memiliki kendala yang sama. Dia malah kesulitan memenuhi standar nilai portofolio karena tidak aktif dalam kegiatan. Sehingga, koleksi sertifikatnya kurang banyak untuk kelulusan.
Wanita yang belum lama mengajar di Pondok Pesantren (Ponpes) Takmirul Islam ini menjalani ujian untuk kali ketiganya, kemarin. Di ujian yang terakhir ini dia juga masih sangsi bisa lulus atau tidak. Kendati, dia tidak kesulitan untuk membuat karya ilmiah. Sebab, dia baru saja lulus dari salah satu lembaga pendidikan kerja (LPK) swasta di Solo.
Yang lebih parah, Agus Joko Sunaryanto, 43, merasa bahwa ada yang salah di alat uji penilaian sertifikasi. Pasalnya, dia masih harus menjalani ujian susulan usai dinyatakan lulus beberapa hari yang lalu. Pengajar di SMP 2 Sidoharjo, Sragen, pun kecewa kepada panitia.
"Saya benar-benar tidak tahu mengapa saya dinyatakan gagal, setelah ada pengumuman kelulusan di internet dan selebaran," terang Joko, yang kemarin ujian dengan banyak teman senasib, dinyatakan lulus namun harus mengulang.
Sumber koran ini, peserta yang telah dinyatakan lulus tapi dipanggil lagi karena mereka kurang emmenuhipersyaratan yang telah ditentukan. "Salah satunya, ada yang sewaktu mengikuti diklat tidak masuk satu hari. Dia malah ikut ujian calon pegawai negeri sipil (CPNS)," ujar salah satu panitia sertifikasi.
Ketua Panitia Sertifikasi Rayon 13, Prof Furqon Hidayatullah, juga menyesalkan masih ditemukannya sertifikat yang dibuat asal-asalan. Jadi, dibuat hanya untuk memenuhi syarat menapat sertifikat, tanpa ada keahlian yang didapat dari pelatihan atau seminar itu.
Meski demikian, ujar Furqon, panitia sertifikasi sulit untuk membuktikan. Sebab, mereka tidak tahu proses awal cara memperoleh sertifikat yang dilampirkan dalam berkas portofolio. "Kami harap guru jangan sekadar mementingkan kuantitas administrasi saja. Tapi, juga mental dan kualitas mereka sebagai abdi negara," tegasnya. jawapos.com
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
4 tahun yang lalu