Lomba guru kreatif se-Jawa yang digelar Unika Soegijapranata dan Marimas yang digelar belum lama lalu telah mencetak guru-guru inovatif dan kreatif. Salah satunya Sri Lestari S.Sos. Kepala KB-TK Senyiur Indah, Gedawang, Banyumanik ini berhasil meraih juara II untuk kategori KB-TK. Seperti apa inovasinya?
SRI Lestari langsung bersujud syukur saat dinyatakan sebagai juara II dalam lomba bertema "Inovasi Pembelajaran Melalui Kearifan Lokal untuk Menumbuhkan Tanggungjawab Lingkungan atau Jiwa Kewirausahaan" tersebut. Kerja kerasnya dalam mempersiapkan lomba selama ini telah membuahkan hasil. Meski agak sedikit kecewa karena tak mampu meraih juara I, wanita kelahiran Pacitan, 6 September 1974 ini patut berbangga karena mampu membawa harum nama Kelompok Bermain-Taman Kanak-Kanak (KB-TK) yang dipimpinnya.
Dalam lomba tersebut, istri Bejan Syahidan ini mengusung proposal bertema "Kesadaran Lingkungan dengan Belajar dan Bermain dari Barang Bekas." Tema tersebut muncul ketika Bu Sri -panggilan akrabnya--prihatin dengan ceceran sampah yang bertebaran di mana-mana. Termasuk, di sekolah yang dipimpinnya.
"Saya terinspirasi ketika melihat mereka (anak-anak) membuang sampah bungkus makanan dan minuman. Pikir saya, sampah itu tidak harus dibuang begitu saja, karena sampah juga dapat dipilah, dan dapat dimanfaatkan untuk media bermain," terangnya kepada Radar Semarang.
Dari situ, Sri Lestari terbetik untuk membuat terobosan agar murid-muridnya memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan sejak dini. Termasuk, dalam memperlakukan sampah yang selama ini dibuang begitu saja.
"Seminggu sekali saya suruh anak-anak membawa barang-barang bekas yang bisa dimanfaatkan. Hal itu dilakukan dengan harapan anak didik saya dapat memilah sampah yang bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Sri Lestari lantas menjelaskan kepada anak didiknya bahwa bungkus makanan dan minuman masih bisa dijadikan mainan dan kerajinan yang bermanfaat. Juga sarana pembelajaran. Seperti gelas bekas es krim, dapat dijadikan mainan sebuah menara, serta dapat dipakai untuk mengajarkan ilmu beritung. Contoh lain, bungkus pasta gigi, bisa dijadikan mobil-mobilan, dan botol bekas bisa jadi vas bunga.
"Biji-bijian, seperti biji salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelajaran berhitung, semakin banyak mengumpulkan biji-bijian, maka semakin banyak bahan untuk belajar," katanya.
Sejak hasil inovasinya itu dipraktekkan kepada anak didiknya, Sri Lestari mengaku sempat dibuat terpana dengan kreativitas anak didiknya yang rata-rata masih bawah usia 6 tahun tersebut. Hal itu terjadi ketika dirinya menyediakan potongan bambu, karet gelang dan sandal bekas yang sudah dipotong bulat-bulat. Saat itu, dirinya tidak mengarahkan anak didiknya untuk membuat hasil karya tertentu dari bahan tersebut.
"Dalam pikiran saya, mereka (anak didik) pasti akan membuat mobil-mobilan, tapi ternyata tidak. Ada anak yang memiliki ide kreatif di luar dugaan saya. Anak itu membuat pigura foto yang cantik," ucap Sri bangga.
Sri Lestari berharap dari inovasinya itu anak-anak bisa membuat mainan sendiri dengan memanfaatkan barang bekas seadanya. Sehingga ketika mereka ingin bermain, tidak harus merengek pada orang tuanya untuk dibelikan mainan. Cukup membuat mainan dari limbah sampah. Dengan begitu, secara tidak langsung, anak akan lebih mencintai lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Tak hanya itu, diharapkan, kelak setelah dewasa, anak didiknya akan memiliki jiwa berwirausaha (entreprenurship).
"Sampah adalah masalah yang yang sangat serius, dan harus sejak dini anak didik kita ditanamkan untuk menjaga lingkungan hidup" ujar ibu dari Jihan, Hajar dan Farhan ini.
Sri Lestari menceritakan, proses uji kreatif berlangsung selama dua bulan, dengan 5 kali seleksi, yakni pengumpulan abstraksi ide dan naskah, wawancara, uji inovasi kreatifitas, praktik dan uji publik, dari 726, pun disaring menjadi 50 peserta, kemudian 10 nominasi dan terakhir menjadi 5 nominasi.
Cerita unik pun mulai dibagikan kepada koran ini, yakni ada cerit unik, yakni ajang yang diikuti ratusan peserta dari berbagai kota itu, ada dua peserta yang sampai tertidur kelelahan, sampai akhirnya panitia memutuskan untuk menjemputnya. Keesokan harinya, Rabu (26/11) adalah saat yang paling menegangkan, karena harus mmpresentasikan RPP (Rencna Pelaksanaan Pembelajaran) dihadapan dua juri, yang notabene mempunyai kompeten cukup tinggi, presentasi diberi waktu cukup singkat yakni hanya 10 menit, dan yang 15 menit untuk tnya jawab. Dari situlah akan terpilih 5 orang yang akan diuji di depan publik
"Wah mas jurinya lebih ngeri daripada tes ujian skripsi, karena jurinya sangat teliti dan detail banget" ujarnya
Saat-saat menegangkan pun tiba, dan orang-orang terdekat pun tak jarang memberikan suport melalui telephon seluler, sebab bisa dibilang para peserta harus berjuang sendiri tanpa orang-orng dekat disekitarnya.
"Alhamdulillah setelah diumumkan saya masuk dalam lima besar itu, mungkin Jurinya menilai RPP saya lain dari pada yang lain, karena biasanya guru yang membuat karya untuk mengjarkan ke anak-anak, tapi saya menanamkan saja dan anaknya sendiri yang membuat" ujar ibu tiga anak itu.
Tak sampai disitu saja, peserta yang tersisa pun harus menjalani uji tahap selanjutnya, yakni Micro Teaching, menurut Kepala Sekolah KB-tK Senyiur Indah itu, tahap ini dirasa membutuhkan perjuangan yang begitu besar, bagaimana tidak, ia hanya diberi waktu 60 menit untuk mengubah para murid yang belum dikenalnya sama sekali, yakni di TK PGRI dan harus mengajarkan 30 murid
"Karena saya harus mengajar dihadapan murid yang sama sekali belum saya kenal sebelumnya, Saya diberi waktu 60 menit untuk menyadarkan dan mengendalikan anak-anak untuk peduli lingkungan, padahal dalam RPP saya butuh waktu delapan minggu untuk dapat menerapkan inovasi pengajaran" terangnya.
Tak khayal, Sri pun harus membawa contoh-contoh mainan dan kerjinan dari barang bekas untuk dijadikan contoh sampah yang dapat dipilah dan dimanfaatkan, hal tersebut agar murid dapat memilah sampah yang bermanfaat. Ternyata usahanya pun tak sia-sia, dalam waktu 60 menit itu ia berhasil mengubah dan mendorong para murid untuk sadar lingkungan dan memanfaatkan barang bekas.
"Barang yang sudah saya siapkan sebelumnya saya bawa, tas saya penuh barang-barang bekas, tapi alhamdulillah saat saya ajak dilapangan, mereka langsung dapat menemukan barang yang dapat dimanfaatkan, saya heran dan bangga dengn waktu sesingkat itu mereka ternyat langsung memahaminya" ujar wanita 34 tahun itu saat ditemui koran ini di sekolahan yang berada di Jalan Watu Kaji no 45, gedawang, banyumanik kemarin
Ibu yang aktif dalam Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini (Hampodi) ini berharap metode menggunakan dan memanfaatkan barang bekas sebagai bahan pembelajaran ini berharap dapat digunakan di setiap sekolah, untuk membangun kesadaranlingkungan anak didik. "Cita-cita saya semua sekolah dapat menggunakannya, tapi ini saya baru kembangkan ke tahap kecamatan banyumanik dulu, dalam lomba punsaya tidak ada harpan menang, karena itu bukan merupakan target utama saya, karena saya cuma ingin memajukan pendidikan di Indonesia" terang wanita yang menempuh S1 di Stikosa (Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya tahun 1987 lalu itu.
Kesadaran akan kebersihan dan ilmu pendidikan anak memang harus diajarkan sejak dini, untuk itu seorang guru dituntut untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam mengajarkan ilmu kepada anak didiknya, seperti yang dilakukan
Ya, dalam LGK bertema "Inovasi Pembelajaran Melalui Kearifan Lokal Untuk Menumbuhkan tanggungjawab lingkungan Atau Jiwa Kewirausahaan" yang diselenggarakan Unika Soegijapranata dan Marimas beberapa waktu lalu itu, wanita kelahiran Pacitan 6 September 1974 itu berhasil menyisihkan 726 guru TK se-Jawa.jawapos.com
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu