INILAH.COM, Jakarta – Heboh renovasi ruangan anggota DPR memecah kebekuan di Gedung Parlemen di Senayan. Proyek renovasi yang menelan biaya Rp 32,5 miliar ini, ironisnya, mendapat penolakan dari beberapa fraksi di DPR.
Sebutlah umpamanya Fraksi PPP, Fraksi Partai Demokrat, atau Fraksi PDS. Atau, ada juga pribadi-pribadi anggota DPR seperti Yuddi Chrisnandi. Mereka menolak proyek renovasi ruangan anggota DPR tersebut.
Alasan utamanya, renovasi tidak tepat di tengah kondisi krisis seperti saat ini. Padahal, renovasi ruang kerja anggota DPR telah melalui rapat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.
Bagaimana relasi antaralat kelengkapan di parlemen? Inikah cara koboi Senayan untuk merenovasi citranya menjelang Pemilu 2009 mendatang?
Publik tentu belum lupa dengan heboh proyek pengadaan komputer jinjing (note book) bagi anggota DPR setahun yang lalu? Masih ingat pula perekrutan tenaga ahli DPR sebanyak 550 orang pada Mei lalu? Serentetan peristiwa itu berhubungan erat dengan heboh renovasi ruang anggota DPR yang saat ini menjadi sorotan publik.
Renovasi ruang anggota DPR ini rencananya mengubah layout ruang kerja 546 anggota dewan dengan ukuran sekitar 10x5 meter dengan menambah satu ruangan untuk tenaga ahli yang telah direkrut sejak Mei lalu. Renovasi ini saja membutuhkan biaya Rp 9,157 miliar atau Rp 16 juta untuk satu ruangan anggota DPR.
Selain untuk anggaran renovasi, total anggaran tersebut juga diperuntukkan membangun 10 ruangan baru. Ini terkait dengan jumlah anggota DPR pada Pemilu 2009 mendatang bertambah 10 dari saat ini berjumlah 550 anggota DPR. Untuk pos ini dianggarkan Rp 10 miliar atau Rp 1 miliar untuk setiap ruangannya.
Tidak berhenti di situ, renovasi ruangan anggota DPR juga merembet dengan mengganti alat mebel dengan anggaran Rp 6,9 miliar, renovasi toilet dengan anggaran Rp 157 juta, serta pengembangan sistem sekuriti sebesar Rp 2,3 miliar.
Sekjen Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang menanggapi sinis pecahnya suara DPR. “Bisa saja anggota DPR cari muka,” cetusnya kepada INILAH.COM, Selasa (18/11) di Jakarta.
Kendati demikian, Sebastian menilai heboh proyek renovasi Gedung DPR semakin menegaskan terjadi proses yang keliru dalam pembahasan anggaran proyek di DPR. Pasalnya, sebelum peristiwa ini, juga muncul serangakaian kehebohan di internal DPR, terkait dengan proyek di internal DPR. “BURT dan Sekjen DPR tidak bekerja transparan dalam memutuskan proyek,” katanya.
Dalam konteks ini, relasi antara alat kepengkapan DPR dengan lembaga perwakilan rakyat harus terjadi perubahan. Insiden penolakan dari fraksi-fraksi seperti mencederai kesekapatan yang direpresentasikan fraksi-fraksi di rapat BURT. “Memang harus ada reformasi relasi antarbadan di DPR. Ini menemukan momentumnya dalam pembahasan RUU Susduk DPR, DPD, dan DPRD,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pansus RUU Susduk DPR, DPD, dan DPRD, Ganjar Pranowo. Hubungan yang harmonis dan transparan antara alat kelengkapan DPR dengan fraksi harus terjalin. Dalam praktiknya, alat kelengkapan tak jarang memberi informasi yang tidak detil ke fraksi. “Seringkali alat kelengkapan jalan sendiri, hal yang detil kurang terinformasikan dengan baik,” kata Ganjar.
Untuk menagtisipasi persitiwa serupa, politisi dari PDI Perjuangan tersebut mengusulkan perubahan tata tertib di fraksi terkait dengan alat kelengkapan DPR. “Memang fraksi tidak kooptasi kepada anggota. Fungsinya hanya manajerial. Namun harus dipikirkan transparansi kinerja anggota di alat kelengkapan,” katanya.
Tampaknya bagi para politisi, kesempatan apapun untuk bermanuver tidak disia-siakan begitu saja. Soal ramai-ramai menolak pembangunan renovasi ruang anggota DPR, lebih pada muatan cari popularitas dan upaya renovasi citra diri. Bila pun menolak, alangkah lebih baiknya penolakan yang substanstif dan terarah.
Jika memang ditolak pembangunan ruang staf ahli, dikemanakan para staf ahli yang berjumlah 550 orang tersebut? Atau, jangan-jangan sebenarnya anggota DPR tak perlu staf ahli yang memberatkan anggaran negara. Toh, performa mereka selama ini lebih banyak mengecewakan rakyat, para konstituen yang (tak punya jalan lain kecuali) mewakilkan diri kepada mereka. [I4]
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu