Surabaya : Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Sahudi menyatakan bahwa problem guru di kota ini tidak berbeda jauh dari daerah lain. Yakni, masalah kesejahteraan, kuantitas, dan kualitas. Dia tidak mengelak problem menyangkut hal itu menjadi agak kompleks karena jumlah warga Surabaya sangat banyak.
Kesejahteraan
Kesejahteraan guru memang masih menjadi salah satu persoalan. Terutama para guru honorer atau guru tidak tetap (GTT). Menurut Sahudi, hal itu tidak lepas dari keterbatasan anggaran. Sejauh ini, kesejahteraan guru belum menjadi prioritas Dispendik. Alokasi anggaran 20 persen pada tahun depan masih digunakan untuk membenahi sarana dan prasarana. Selain itu, peningkatan SDM (sumber daya manusia).
Dia menyatakan, alokasi dana Rp 231 miliar yang rencananya mengucur ke Dispendik sebetulnya masih belum cukup untuk mengatasi permasalahan sarana dan prasarana saja. ''Total sekolah rusak yang harus diperbaiki saja mencapai 168 unit. Belum lagi sekolah overload, sekolah merger, dan sekolah kawasan. Kalau diuangkan dan diselesaikan tahun ini, semua dana tersebut masih belum cukup,'' ujarnya.
Meski belum menjadi prioritas, tidak berarti Dispendik tak memedulikan sama sekali kesejahteraan para guru. Menurut Sahudi, peningkatan SDM guru-guru juga menjadi satu langkah menuju kesejahteraan. ''Jika sudah S-1 dan banyak mengikuti seminar serta pelatihan, kan menjadi tiket untuk sertifikasi. Nah, sertifikasi itu kan juga peningkatan kesejahteraan guru,'' ungkapnya.
Dia menambahkan, pihaknya belum bisa menjanjikan pemberian kesejahteraan guru dalam waktu dekat secara langsung. Dia lebih condong pada program peningkatan profesionalitas guru lebih dulu. Sebab, imbas profesionalisme itu akan bisa meningkatkan kesejahteraan.
''Intinya, jangan menilai kesejahteraan hanya dari sisi pendapatan keuangan. Pembangunan gedung itu kan bagian dari kesejahteraan untuk guru karena tempat mengajarnya menjadi nyaman, sehingga mereka bisa mengajar dengan baik,'' tegasnya.
Kuantitas
Selain kesejahteraan, masalah jumlah guru hingga kini masih menjadi persoalan di Surabaya. Jumlah guru masih jauh dari angka ideal. Data yang didapat Jawa Pos, SD negeri adalah yang paling banyak kekurangan guru. Dari 5.746 guru yang dibutuhkan, baru tersedia 4.223 guru. Berarti kurang 1.523 guru. Di SMP negeri, dari 2.064 guru yang dibutuhkan, baru tersedia 1.590 orang.
''Ya, memang masih kurang. Itu kan bisa terlihat dari banyaknya sekolah yang overload, sehingga gurunya mengajar dua sampai tiga sif,'' jelas Sahudi.
Apalagi, jika keinginan Wali Kota Bambang D.H. agar nanti siswa di masing-masing kelas hanya berjumlah 28 orang diterapkan, kebutuhan guru tentu lebih besar. Otomatis guru yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat dari jumlah yang sekarang. Namun, Sahudi juga mengakui bahwa kekurangan guru itu kebanyakan hanya untuk guru-guru kelas atau guru SD.
Untuk guru bidang studi, ada yang jumlahnya sudah cukup, ada pula yang masih kurang. Untuk guru bahasa Indonesia, misalnya, Sahudi menilai jumlahnya berlebih, sedangkan untuk guru-guru SMK masih kurang. Apalagi jika penambahan SMK berjalan terus sebagai bagian dari Surabaya sebagai kota vokasi. ''Untuk mengatasi, kami telah mengangkat guru bantu. Tahun ini juga diadakan pengangkatan guru melalui CPNS,'' ujarnya.
Perekrutan itu akan terus dilakukan hingga guru-guru yang dibutuhkan memenuhi standar. Saat ini, guru yang tercatat di Dispendik untuk jenjang TK mencapai 7.000 guru, SD (15.500 guru), dan SMP-SMK (11 ribu guru). Total ada 33.500 guru. Angka itu hanya guru yang mengajar di sekolah negeri. Jika rasio guru dan siswa diproyeksikan 1:28, nanti Surabaya masih kekurangan 33.500 guru. ''Ya nanti kami rekrut tiap tahun sampai memenuhi kuota,'' katanya
Kualitas
Selain permasalahan kurangnya tenaga pendidik di Surabaya, faktor peningkatan kualitas guru masih menjadi kendala. Sahudi menjelaskan, kualitas guru dibagi menjadi tiga sisi. Yaitu, kompetensi, kualifikasi, dan inovasi. Dari segi kompetensi, guru-guru Surabaya bisa dibilang cukup bagus. Hal itu terbukti pada teknik pengajaran dan pembelajaran yang telah dilakukan guru-guru di kelas.
''Namun, dari sisi kompetensi profesional, masih ada tingkat kelayakan guru yang kurang. Itu terjadi karena masih adanya guru yang belum S-1,'' ujarnya.
Saat ini, 30 persen guru Surabaya masih belum bergelar strata satu (S-1). Karena itu, Dispendik berupaya mengatasi hal tersebut dengan menyekolahkan guru-guru yang belum S-1. Rencananya, hingga 2010, seluruh guru di Surabaya sudah S-1 atau bahkan S-2. ''Kami kan juga punya program menyekolahkan sampai ke jenjang S-2 dengan menggandeng perguruan tinggi seperti Unesa, ITS, dan Unair,'' tegasnya. jawapos.com
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu