Agresi dan teror Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza menjadi inspirasi sebuah kreasi tari kontemporer. Judulnya Teror Alengka. Karena menggambarkan sebuah peperangan, gerak tariannya diwarnai goro-goro (perang). Tata cahaya pun didominasi suasana gelap. Ada penciptaan kesan trenyuh melalui renungan lilin dan background film perang.
Tarian berdurasi sekitar 15 menit itu kemarin dipertontonkan dalam pagelaran karya dosen Program Studi Seni Tari, Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM). Dalam pagelaran itu, empat jenis seni gerak dimainkan mahasiswa seni dan desain. Selain Teror Alengka, ada tarian Bedoyo, Sesuci, dan Musik Anak Sekolah.
Menurut Robby Hidayat, pencipta Teror Alengka, tarian yang dimainkan mahasiswanya itu berjenis kontemporer. Tarian tersebut wujud sebuah keprihatinan atas perang dan terorisme. "Ya, termasuk serangan Israel ke Palestina," kata dosen seni tari ini.
Karena berjenis kontemporer, unsur yang dimasukkan dalam gerak tariannya tak hanya unsur klasik. Unsur modern -termasuk pemutaran film dan renungan lilin- digabungkan dengan gerak tari.
Menurut Robby, menciptakan tarian seperti halnya perupa menciptakan lukisan. Hanya, saat ini tak banyak seniman tari yang terus berkreasi menciptakan tarian-tarian baru. Yang paling sering adalah mengemas tarian klasik lama menjadi tarian kreasi baru. "Seyogianya seniman dan dosen selalu menciptakan tarian sehingga khazanah budaya tarian bisa banyak," ucap dia.
Sementara, Bedoyo yang dikemas anyar oleh Ninik Harini sebagai koreografer juga memukau penonton dari kalangan dosen dan mahasiswa. Tarian asli dari keraton Jogja itu dipertontonkan dengan apik. Sesuai dengan pakem, tarian klasik tersebut dibawakan sembilan orang. "Memang harus sembilan orang. Tarian ini bercerita tentang benih bunga berjumlah sembilan," tutur Ninik. jawapos.com
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu