Bagi Shahryar Khan, mahasiswa muslim di Universitas Stanford, mencari makanan halal di sekitar kampusnya tidak pernah menjadi masalah.
"Makanan muslim sangat banyak ditemukan di beberapa tempat seputar kampus," ujar Khan, mahasiswa riset komputer seperti yang dikutip oleh IslamOnline.net
Duduk di atas meja makan dengan daging panggang halal, Khan mengatakan jenis makanan halal di kampus cukup bagus dan bervariasi, dengan harga per porsi sekitar 10 dolar sangat terjangkau bagi banyak siswa.
"Masalah yang ada mereka tidak selalu siap saji. Makanan halal hanya dibuat jika ada yang pesan. Namun ini tidak menjadi isu besar," ungkap Khan. "Bisa jadi karena jumlah mahasiswa muslim relatif sedikit," papar Khan, 27 tahun.
Sementara Muhammad Baqir, mahasiswa Universitas Havard di Massachusetts, mengatakan sejumlah besar mahasiswa muslim telah dimudahkan dengan kehadiran makanan halal di kampus. "Dukungan dari negara-negara kaya Arab telah melipat gandakan variasi makanan halal dengan harga lebih murah." kata Baqir
Bukan saja halal, Baqir juga mengatakan jika mahasiswa dapat menemukan hampir setiap tipe masakan timur seperti kebab kambing muda, nasi biryani ayam, dan roti lapis falafel di kantin kampus.
Ebad Rahman, mahasiswa lain yang masih sekampus dengan Baqir mengatakan bangga dengan variasi makanan halal di kampusnya meski universitas baru memulai program itu tahun lalu.
"Kini kita memiliki variasi menarik dan bermacam rasa dari seluruh dunia," seloroh Rahman. "Setiap orang setiap hari setiap minggu dapat mendapatkan karena mereka sudah siap saji. Hanya di akhir pekan makanan halal itu disiapkan berdasar permintaan," papar Rahman.
Dulu, sebelum kampus menyajikan makanan halal, mahasiswa muslim harus berpergian jauh ke kota tetangga sebelah, Springfield.
Bagaimanapun di kampus lain, makanan halal bukan sesuatu yang mudah didapat. "Terlepas dari pertumbuhan pesat mahasiswa muslim di Kampus Yale, penyajian makanan halal jauh dari memuaskan," ujar Imtiaz Ali.
Ali pindah ke Kampus New Heaven Yale, Connecticut enam bulan lalu bersama istri dan tiga anak setelah lelaki usia 30 tahun itu mendapatkan World Fellowship (beasiswa internasional) dari universitas tersebut.
Saat tiba, ia kaget ternyata menemukan makanan halal untuk keluarganya cukup sulit. "Saya tidak menemukan toko makanan atau daging halal di sekitar kampus, dan saya tidak memiliki mobil, dan kami sempat frustasi," tutur Ali.
Selama sebulan penuh mencari makanan halal adalah perjuangan tiap hari bagi Ali. Hingga ia memutuskan membeli mobil untuk berbelanja makanan halal di kota terdekat.
Di beberapa kampus yang masih sangat jarang, jenis makanan vegetarian akhirnya menjadi pilihan, begitu ujar Ahmad, 25 tahun mahasiswa Universitas Teknologi Georgia, di Atlanta. Padahal ada 220 mahasiswa muslim yang kuliah di sana, namun tidak satupun konter yang menjual makanan halal. "Namun sejauhi ini tidak masalah, karena ada beberapa restoran Muslim di seputar kampus," ungkap Ahmad
Hizbullah Kazim, penerima besiswa Fulbright untuk gelar master di bidang Kesehatan Publik Universitas George Washington, memiliki keluhan senada dengan Ahmad. "Sering kali kami makan pizza ikan di kampus. Beberapa mahasiswa membawa makanan halal mereka dari rumah, atau yang sudah dimasak di asarama," ungkap Kazim.
"Tapi kami tak begitu kesulitan karena toko grosis makanan halal dengan daging halal dan restoran muslim cukup berlimpah di sekitar kampus," imbuh Kazim
"Di Washington DC, Virginia dan Maryland, isu makanan halal tidak pernah menjadi masalah," ujar Kazim menandaskan. republika.co.id
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu