BANYAK orang mungkin sudah mengetahui kawasan perkampungan budaya betawi di kawasan Jakarta Selatan dengan dua buah setu (danau) di dalamnya, yaitu Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong. Namun, tak banyak yang mengetahui semangat orang-orang di dalamnya untuk terus memelihara budaya, terutama budaya tari.
Andi Supardi, namanya. Generasi ketiga dari pendiri Topeng Betawi ini sudah menari sejak tahun 1973. Topeng Betawi adalah kelompok kesenian Betawi yang didirikan Raden Djiun bin Dorak dan Ibu Kinang pada tahun 1918.
Raden Djiun adalah kakek Andi. Orang-orang Topeng Betawi terkenal menguasai semua jenis kesenian Betawi, mulai lenong, teater, musik maupun tarian. Semangat menarinya itu terus dipeliharanya dan dia juga bertekad untuk menularkannya kepada generasi-generasi setelahnya.
Baginya, tari adalah hidup dan Betawi adalah jiwa. Andi sudah melanglang buana karena menari. Sebut saja, Belanda, Cape Town, Jepang, Taiwan dan Chiang Mai Thailand. Namun, tak jarang juga, dia dan rekan-rekannya harus menari keluar masuk kampung. "Aku cuma terpanggil untuk seni dan budaya. Jadi saya berkomitmen untuk terus memeliharanya," ujar Andi.
Untuk itu, dirinya bergabung dengan Sanggar Seni Betawi Setu Babakan sejak 2003. Di sini, Andi mengajar tari Betawi kepada banyak anak dari berbagai usia.
Saat ini, muridnya mencapai 150 orang. Sebagai pelatih inti, Andi juga membutuhkan asisten sekitar 4-5 orang. Siapa saja boleh bergabung untuk belajar menari sebenarnya, ungkap Andi. Bahkan sejumlah guru SD pun pernah memintanya untuk melatih menari.
Jadwal latihannya setiap Rabu sore dan Minggu pagi hingga siang. Andi membagi pembelajaran menjadi empat tingkatan. Untuk tingkat pemula, biasanya untuk anak-anak TK dan SD. Biasanya mereka akan dilatih tari sederhana, seperti Tari Ondel-Ondel dan Tari Tepuk Nyamuk. "Tujuannya cuma mereka dengar musik, kenal gerakan ondel-ondel gimana, lalu mereka suka. Cukup. Nanti gampang diajarin seterusnya," tutur Andi.
Jika pemula sudah cukup akrab dengan gerakan dan musik, Andi akan mengajarkan mereka ragam dasar yang disebut wiraga (sikap dan gerak), wirasa (menikmati musik) dan wirama (tempo dan hitungan musik). Biasanya untuk menyelesaikan tingkatan ini memakan waktu enam bulan hingga satu tahun.
Selanjutnya, peserta akan masuk ke tingkatan yang lebih sulit. Biasanya Andi mengajarkan mereka Tari Gegot yang menggunakan topeng. Setelah itu, barulah berbagai jenis tari Betawi yang cukup sulit, seperti Tari Ronggeng Blantek dan Tari Sirih Kuning diajarkan.
Tingkatan demi tingkatan dapat ditempuh setelah melalui penilaian khusus. Menurut Andi, setiap enam bulan sekali akan diselenggarakan ujian bayangan untuk naik tingkatan.
Untuk memulai latihan, peserta cukup mengisi formulir dan membayar uang pendaftaran sebesar Rp 35 ribu. Peserta juga harus memperlengkapi diri dengan kaus, selendang dan sarung Betawi yang dapat dibeli di sanggar ataupun di luar. Setelah itu, per bulannya cukup membayar uang latihan sebesar Rp 15.000. Wow, murah sekali bukan?
Alunan musik Betawi mengiringi kepulangan saya. Anak-anak, kecil hingga besar, semangat melenggak-lenggokkan tubuhnya mengikuti gerakan sang guru. Semoga tari Betawi tak tergerus dimakan kemajuan jaman...kompas.com
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu