INILAH.COM, Jakarta - Perdagangan Rabu (19/11) merupakan kondisi paling kelabu dialami Wall Street dalam lima setengah tahun terakhir menyusul makin tak jelasnya situasi ekonomi di Amerika Serikat.
Investor beramai-ramai melakukan aksi lepas saham setelah pembicaraan mengenai rencana bailout industri otomotif kian berlarut-larut dan belum tampak tanda-tanda akan disetujui.
Sebelumnya industri otomotif Amerika, yang diwakili 'The Big Three' General Motors Corp, Ford Motor Co dan Chrysler LLC, memohon dana talangan senilai US$ 25 miliar dari pemerintah AS, yang diambilkan dari program bailout sektor keuangan senilai US$ 700 miliar yang dicanangkan Presiden Bush beberapa waktu lalu.
Namun, hingga Rabu, yang merupakan hari kedua pembahasan di Kongres, belum ada indikasi permintaan itu disetujui.
Industri otomotif saat ini menjadi salah satu sektor yang paling parah mengalami imbas dari pelemahan ekonomi. Tiga Besar Detroit itu sudah berdarah-darah dan perlu darah segar untuk dapat menyambung hidup.
Berbagai cara sudah dilakukan ketiganya, seperti penutupan pabrik, PHK dan efisiensi biaya operasional, namun daya serap pasar yang makin tak berdaya membuat mereka kelimpungan dan harus menanggung rugi begitu besar karena lebih banyak mobil menganggur di gudang ketimbang di garasi konsumen.
Selain karena sentimen 'The Big Three', Wall Street juga terpengaruh dengan proyeksi Federal Reserve pada tahun depan yang diprediksi melemah. Peurunan proyeksi ekonomi oleh the Fed itu langsung memicu aksi jual di semua sektor, dengan sektor keuangan yang paling parah terkena imbasnya.
Sentimen itu membuat indeks Dow Jones anjlok 426,99 poin, atau 5,07%, menjadi 7.997,76. Sementara indeks Standard & Poor's 500 ambruk 52,18 poin, atau 6,07%, menjadi 806,94. Untuk indeks Nasdaq juga melorot 96,85 poin, atau 6,53%, menjadi 1.386,42.
Level ketiga indeks Wall Street itu adalah yang terendah sejak 2003.[tra]
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu