Kalangan perguruan tinggi (PT) harus membiasakan diri membuka neraca keuangan untuk publik pasca-disahkannya Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh DPR RI akhir 2008 lalu. Laporan keuangan perguruan tinggi bukan sebuah dokumen rahasia sehingga mahasiswa pun berhak mengaksesnya. Para civitas akademika pun bisa menuntut kalau perguruan tinggi tetap memberlakukan laporan keuangan seolah-olah haram bagi mahasiswa.
Prof Dr Johannes Gunawan, salah seorang anggota tim perumus UU BHP di Malang kemarin menjelaskan, apabila sebuah PT sudah berbentuk BHP, maka yang berlaku adalah manajemen keuangan terbuka. Konsekuensinya, neraca keuangan termasuk arus keluar masuknya uang bisa dilihat oleh publik.
Laporan keuangan yang terbuka tersebut juga wajib diaudit. Layaknya azas transparansi, hasil audit tersebut juga wajib diumumkan di media cetak. "Sama sekali bukan dokumen negara apalagi dokumen rahasia. Silahkan semua akses laporan keuangan itu," kata Johannes yang ditemui usai memberikan sosialisasi UU BHP kepada seluruh civitas akademika Universitas Brawijaya.
Menurutnya, keterbukaan laporan keuangan itu tercantum pada pasal 43 ayat (3). Dalam pasal itu disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan BHP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, harus dipertanggungjawabkan kepada publik melalui pemuatan di media cetak berbahasa Indonesia. Lebih dari itu, neraca keuangan bisa ditempelkan di papan pengumuman resmi. "Itu sebuah kewajiban. Jadi tak ada yang disembunyikan," jelas Johannes.
Soal audit, semua pihak yang menyumbangkan dana ke institusi BHP berhak untuk mengaudit. Dalam pasal 44 ayat 1 disebutkan, laporan keuangan tahunan BHP diaudit oleh akuntan publik. Apabila menerima dana dari hibah pemerintah dan/atau pemerintah daerah, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Jenderal Departemen terkait, atau Badan Pengawasan Daerah punya wewenang untuk melakukan audit.
Kapan kalangan perguruan tinggi bakal melaksanakan ketentuan tersebut? Johannes menegaskan itu tercantum dalam pasal 55. Untuk PTN, harus menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPP paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UU BHP diundangkan. Sementara PTS alias Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) harus menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPM paling lambat 6 (enam) tahun sejak UU BHP diundangkan. jawapos.com
Pangdam Jaya: Ada Umat Islam Pakai 'Amar Makruf' untuk Klaim Kebenaran
3 tahun yang lalu